Naropa lahir sebagai seorang pengeran India yang tampan dan welas asih. Dalam suatu perjalanan ke Kashmir, dia menjadi sangat tertarik pada Dharma. Namun ayahanda raja tidak senang karena puteranya tidak memenuhi peran duniawi sebagai seorang pangeran, lalu raja memilih seorang puteri Brahmana dari Bengal Timur, agar Naropa segera menikah. Walaupun Naropa telah menikah dengan puteri yang cantik dan memegang tampuk kekuasaan, ia tetap tidak dapat melupakan kemuliaan Dharma. Akhirnya dengan persetujuan istrinya, ia pergi ke vihara Pullahari di Kashmir dan menjadi seorang Bhiksu.
Pada saat berada di vihara Nalanda, ia naik jenjang dengan cepat : dari seorang penjaga pintu menjadi seorang kepala perwakilan vihara, mengungguli semua praktisi-praktisi (Bhiksu) serta meraih kemasyuran di seluruh pelosok India, dan saat itu vihara Nalanda merupakan vihara terbesar di seluruh India.Pada saat membaca kitab suci, muncul seorang wanita dengan 32 tanda jelek di tubuhnya, yang bertanya kepada Naropa: “Apakah kamu paham makna harafiah dan relative dari Dharma yang mendalam dari teks itu?” Naropa menjawab: “Ya”. Wanita berwajah seram itu menari dengan riang dan rupanya sangat senang. Lalu si wanita bertanaya lagi : “Apakah memahami makna Mutlak dan inti dari Dharma?” Naropa percaya wanita itu akan lebih senang, dijawabnya lagi dengan “Ya”. Tapi, kali ini si wanita jelek itu menjadi kaget dan mengatakan bahwa Naropa pembohong besar. Lalu wanita itu berkata, bahwa hanya saudara laki-lakinya sajalah, yaitu Tilopa, yang tahu benar makna mutlak dari Dharma yang mendalam.
Sekita itu juga devosi muncul dalam diri Naropa dan tiba-tiba wanita itu lenyap. Disebabkan oleh karmanya dan pandangannya yang tidak murni, ia melihat orang tersebut sebagi seorang wanita tua (yang sebenarnya adalah makhluk tercerahkan Vajrayogini) dengan 32 tanda kejelekan, yang menggambarkan 32 cacat alam penderitaan kita. Meskipun para Bhiksu dari vihara Nalanda meminta untuk tetap tinggal, tapi Naropa berkeras pergi mencari Tilopa. Dalam pencariannya, ia mengalami 12 halangan-halangan kecil. Semua itu merupakan manifestasi dari Tilopa yang berusaha untuk mengurangi karma buruk dari murid masa depannya. Setiap kesulitan penuh dengan perlajaran bersifat kiasan, mengajarkan Naropa mengenai kesalahan dari pemikirannya yang dualisme dan yang mendiskriminasi, yang meliputi :
Sementara berjalan diatas karang terjal yang tipis, dia meminta wanita terjangkit penyakit lepra untuk minggir. Si wanita berkata: “Jika kamu memiliki pemikiran biasa, kesan-kesan lahiriah kelihatan bersih dan kotor, kamu tidak akan bisa menemukan guru sejati yang kamu cari”.
Ketika dia melangkahi seekor anjing yang penuh belatung, Naropa mendapat pesan: “Jika kamu tidak mencapati maha karuna dan jika kamu tetap memandang makhluk lain lebih rendah, maka kamu tidak akan menemukan guru sejati yang kamu cari”.
Setelah menolak untuk membantu seorang laki-laki yang sedang memukul laki-laki lainnya, Naropa mendapat pesan : “Jika seorang praktisi (Pembina diri) tidak dapat membuang jauh egonya, maka dia tidak akan bertemu guru sejati.
Setelah menolak membantu seorang laki-laki untuk memotong ususnya, Naropa mendapat pesan : “Kamu tidak akan menemukan guru sejati jika kamu tidak memotong usus dari lingkaran samsara”.
Setelah menolak membersihkan bagian dalam tubuh seorang laki-laki, Naropa mendapat pesan: “Kamu tidak akan menemukan guru sejati, jika tidak membersihkan kotoran-kotoran di dalam batinmu sendiri”.
Ketika seorang raja menikahkan putrinya kepada Naropa, dan kemudian putri itu meninggalkannya, Naropa mengumpat. Dan setelah itu Naropa mendapat pesan : “Kamu tidak akan menemukan guru sejati jika masih memiliki kebencian, keterikatan dan nafsu keinginan”.
Ketika sedang berada di dalam hutan, Naropa bertemu dengan seorang pemburu yang mengatakan : “Seorang akan bertemu guru sejati dengan membunuh binatang buas dari loba (keserakahan) dan perasaan keterikatan yang mendalam”.
Disebuah kota, Naropa berjumpa dengan seorang laki-laki yang sedang membakar kutu. Laki-laki itu berkata: “Anda harus membunuh kutu yang muncul di dalam pikiran seseorang yang sedang mencari kebenaran sejati dari semua phenomena”.
Di dekat sebuah sungai, Naropa bertemu seorang wanita tua yang sedang membakar ikan, ia menolak memakannya. Dengan sentakan bunyi jari-jari si wanita menghidupkan kembali ikan-ikan yang telah dibakarnya dan berkata: “Bagaimana kamu bisa menemukan Dharma tanpa menghilangkan dukacita yang bau amis dari pikiranmu ? “.
Setelah menolak membantu seorang laki-laki untuk membunuh orang tuanya, Naropa mendapat pesan : “Jika kamu tidak membunuh asal dari keserakahan dan perasaan yang mendalam, maka kamu tidak akan menemukan guru sejati”.
Ketika berjalan menelusuri sebuah desa, Naropa bertemu dengan seorang laki-laki bermata satu. Naropa mendapat pesan: “Satu mata merupakan cita rasa tunggal dari semuanya”. Dan saat itulah pertama kali Naropa mendapatkan cita rasa dari pemahaman tentang Mahamudra.
Ujian minor terakhir yang harus dihadapi Naropa adalah ketika ia menetap di gunung. Saat itu ia tidak percaya akan bertemu guru dan hamper melakukan bunuh diri karena putus asa. Tetapi kemudian Tilopa muncul dan memberikan ajaran-ajaran kepadanya. Naropa akhirnya menjadi bejana yang tepat untuk menerima seluruh transmisi Tilopa.
Tilopa kemudian menyebabkan Naropa menjalani 12 kesulitan Mayor: Naropa dipukul, dijatuhkan kedalam jurang, berlari sampai kehausan sekali, diburu orang, dan dimakan lintah. Ketika jatuh ke dalam jurang, Naropa berkata: “Rasa sakit sedang membunuhku”. Karena itu ia dikenal dengan nama Naropa. “Na” berarti sakit, “Ro” berarti membunuh. Berbagai kesulitan tersebut merupakan upaya kausal yang dilakukan oleh Tilopa untuk memurnikan timbunan karma negative dan ketidak bajikan yang menghalangi pikiran Naropa.
Setelah kesulitan-kesulitan ini, Tilopa memukul Naropa sampai tidak sadarkan diri. Hal ini adalah untuk memurnikan Naropa dari semua halangan-halangan yang tersisa. Baru setelah itu Tilopa menurunkan transmisi dan Abhisheka (inisiasi). Seluruh kemalasan dan kesombongan Naropa sebagai seorang pangeran benar-benar bisa di cabut dari akarnya.
Melalui penderitaan-penderitaan yang dialami Naropa, kita harusnya menyadari bahwa kita harus memurnikan karma negatif. Kerajinan yang teguh adalah suatu kewajiban. Sekarang ini praktek pemurnian diri meliputi : Perlindungan (Sarana) yang disertai namaskara, persembahan mandala, Meditasi Guru yoga, pelafalan dan visualisasi Vajrasatva. Latihan-latihan ini merupakan metoda yang pasti utnuk diselesaikan berulang-ulang kali supaya menghancurkan halangan-halangan, kesombongan dan ego. Naropa akhirnya dapat merealisasikan ajaran-ajaran dengan lengkap dan mencapai pencerahan sempurna pada satu masa kehidupan, sama seperti gurunya Tilopa. Keduanya dikenal sebagai matahari dan bulan dari India, selamanya tidak akan pernah terpisahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar