Kamis, 07 Oktober 2010

Je Tsongkhapa


Je Tsongkhapa


Biografi Lama Tsongkhapa menyebutkan bahwa kelahiran beliau ke Tibet merupakan kelahiran kulminasi dari kehidupan sebelumnya di zaman Buddha Sakyamuni, seorang bocah kecil mempersembahkan keong kepada Buddha, kemudian Buddha memberitahukan kepada Ananda bahwa anak ini akan membangun wihara besar dan menjadi figur sangat berpengaruh dalam penyebaran Buddhadharama di “Tanah bersalju”, kemudian Buddha memprediksikan bocah ini akan bernama Sumatikirti (Tib. tsong kha pa blozang drags pa)

Guru Rinpoche (Padmasambhava) juga memprediksikan kehadiran seorang biksu agung bernama Losang Dragpa yang merupakan emanasi dari bodhisatva. Ayah dan Ibu Lama Tsongkhapa mendapatkan mimpi pertanda baik, ayahnya mimpi seorang biksu muda datang dari Gunung Puncak Lima (Wu Tai Shan), sebuah gunung yang berkaitan erat dengan Manjusri (Gunung yang merupakan tempat suci bagi Manjusri Bodhisatva). Sebelum lahir, Ibundanya mendapatkan mimpi Avalokitesvara (Bodhisatwa Welas Asih; Tib.Chenrezig) muncul di hadapannya dan masuk ke dalam tubuhnya, oleh karena itu Lama Tsongkhapa dianggap memiliki koneksi dekat dengan Manjusri dan Avalokitesvara.

Lama Tsongkhapa ditahbiskan oleh Karmapa ke-4, yaitu Rolbe Dorje (1340 s.d. 1383) dengan nama Kunga Nyingpo pada usia 3 tahun. Pada usia 7 tahun ditahbiskan sebagai samanera dengan nama Losang Dragpa, dalam usia sangat belia sudah menguasai berbagai filsafat khususnya naskah Abhisamayalamkara dan latihan spiritual berkaitan dengan Yamantaka, Vajrapani, Manjusri, Amitayus, dan deiti lainnya.


Pendekatan Lama Tsongkhapa berdasarkan non sektarian, ia belajar dengan berbagai silsilah sehingga mematangkan cara pemikirannya yang sintetik, Lama Tsongkhapa menempuh perjalanan jauh, terlibat dalam berbagai debat dengan filsuf ternama, sehingga membuat dia semakin terkenal, intelektual dan pencapaian meditasi yang sangat luar biasa.


Tsongkhapa bertemu dengan seorang guru Sakya ternama yaitu Rendawa (1349 s.d. 1412), belajar banyak naskah buddhis dan mengerti dengan cepat, kemudian memperteguh pengertian disiplin monastik, walaupun semakin hari semakin terkenal, ia tetap hidup sangat sederhana tak terlihat gaya arogan sama sekali. Lama Tsongkhapa tidak pernah bertindak kasar atau tidak sopan dalam setiap sesi perdebatan, berada dalam ketenangan dan menjawab semua pertanyaan dengan penuh respek.


Pada usia 32 tahun, Lama Tsongkhapa mulai mensintesiskan pengetahuan Buddhis yang ia miliki dengan menulis komentar terhadap Prajanaparamita dengan mempersatukan sebanyak 21 komentar maha guru terkenal dari India atas Abhisamayalamkara.


Setelah itu, Tsongkhapa memasuki retret panjang melaksanakan praktik tantra yang berasa dari tradisi Kagyu, sehingga dia cukup familiar dengan Enam Yoga Naropa, Siklus Tantra Niguma, terutama dalam tantra pembangkitan Kundalini (Dumo), kemudian juga praktik Kalachakra.


Pada kesempatan lain, Lama Tsongkhapa masuk retret selama 4 tahun bersama 8 muridnya, memulai namaskara penuh sebanyak 3,5 juta kali, pesembahan mandala 1,8 juta kali, batu tempat beliau melakukan namaskara terlihat sedikit cekung dan hingga saat ini masih bisa terlihat.


Setelah selesai retret panjang, beliau berniat untuk berkunjung ke India, namun seorang Lama menasihatinya agar jangan pergi ke India, lebih baik berkarya di Tibet, kemudian itu beliau menulis karya berjudul “Eksposisi Luas Tentang Jalur Bertahap Menuju Pencerahan” (Tib. lam rim chen mo), karya ini ditulis berdasarkan karya Atisa Dipamkara yaitu “Cahaya Penerang Jalur Menuju Pencerahan” (Skt. Bodhipattapradipa), kemudian Lama Tsongkhapa juga menulis karya yang berkaitan dengan Tantra yaitu “Ekposisi Luas Tentang Mantra Rahasi” (Tib. Ngagrim), semua ini menjadi landasan utama bagi studi dan latihan dalam Aliran Gelugpa.



Reformasi Lama Tsongkhapa


Tujuan utama Lama Tsongkhapa dalam mengajar, menulis, dan berlatih adalah demi mereformasi ajaran Buddha di Tibet yang seleboran dalam melaksanakan disiplin monastik, terlalu bobrok dalam pemikiran esoterik yang hanya untuk kalangan terbatas, dan kemerosotan praktik tantra. Bagian dari reformasi ini adalah pembentukan Tradisi baru yang kembali menegaskan pelaksanaan disiplin monastik, fokus studi mendalam pada sistem pemikiran buddhis, mereformasi praktik tantra sesuai dengan komitmen seorang anggota sangha monastik.


Lama Tsongkhapa mencurahkan banyak perhatian pada praktik tantra yang berkaitan dengan seksual yang sama sekali tidak akur dengan latihan sangha monastik, terutama berkaitan dengan praktik tantra yoga tertinggi. Rekonsiliasi praktik tantra dan kehidupan monastik yang menjadi fokus utama Lama Tsongkhapa.


Pembentukan Aliran Baru


Pemahaman Lama Tsongkhapa atas sunyata telah mencapai tahap kesempurnaan (Pencerahan Sempurna), dan sesuai dengan instruksi dari Manjusri Bodhisatva untuk menerukan sistem pengajaran Nagarjuna dan Atisa. Lama Tsongkhapa bertemu dengan seorang cendekiawan dan pendebat masyur dari aliran sakya, Gyaltsap Dharma Rinchen (1364 s.d. 1432). Pertemua pertama Lama Tsongkhapa dengan Gyaltsap Dharma Rinchen pada ceramah dharma, saat itu sebuah tahta disediakan untuk Lama Tsongkhapa, namun Gyaltsap Dharma Rinchen datang duluan dan duduk di atas tahta itu sebagai pertanda ingin menantang untuk berdebat, Lama Tsongkhapa datang dan duduk di atas tahta bersama Gyaltsap Dharma Rinchen, setelah Lama Tsongkhapa mulai memberikan pelajaran dharma, Gyaltsap Dharma Rinchen terkejut dan menyadari bahwa pengetahuan Lama Tsongkhapa jauh lebih dalam daripadanya dan juga menjawab beberapa pertanyaan sulit dalam dirinya yang sudah ia pikirkan beberapa tahun namun belum ada jawabannya, akhirnya Gyaltsap Dharma Rinchen turun dari tahta, bersujud tiga kali untuk memohon maaf dan kemudian ia duduk di bawah mendengarkan ceramah Lama Tsongkhapa.


Gyatlsap Dharma Rinchen kemudian menjadi murid utama Lama Tsongkhapa, kemudian Geleg Belsangpo (1385 s.d. 1438) juga telah menjadi murid Lama Tsongkhapa, dua orang murid utama inilah yang meneruskan tradisi Lama Tsongkhapa.



Lamrim Chenmo dan Karya Lain


Lama Tsongkhapa menepuh perjalan jauh dan kemudian menetap di Wihara Reting yang dibangun oleh Dromtonpa (1004 s.d. 1064) seorang upasaka jenius yang merupakan murid dari Jowo Je Atisa (Guru Dipamkara Sri Jnana). Lama Tsongkhapa terinpirasi oleh Jowo Je Atisa dan Buddha Sakyamuni, sehingga lahirlah karya Lamrim Chemo (Eksposisi Luas tentang Jalur Bertahap Menuju Pencerahan). Manjusri juga memberikan instruksi untuk menulis Lamrim versi singkat dan menegah.


Lama Tsongkhapa terus mengajar dan menulis, beliau menghasilkan 18 volume besar karya yang mencakup semua aspek teori buddhis dan latihan. Interpretasi utama terhadap dua aliran Buddhis yang ada di India yaitu Mahdyamika dan Yogacara.

Lama Tsongkhapa juga sebagai inisiator untuk perayaan festival religius pada
tahun baru Tibet (Tib. lo gsar), Festival Doa Agung.


Biara Ganden


Usia Lama Tsongkhapa menginjak 52 tahun, para muridnya memohon agar beliau jangan melakukan perjalanan lagi, oleh karena itu muridnya membangun sebuah wihara di dekat Lhasa untuk beliau, Lama Tsongkhapa memberi nama “Ganden” (Skt. Tushita) yang berarti tempat Buddha Maitreya bersemayam.


Lama Tsongkapa bersama seorang muridnya bernama Gedun Druba (1391 s.d. 1474) yang kemudian sebagai Dalai Lama pertama (Istilah “Dalai” muncul di kemudian waktu kelahiran yang ke-3 yang bernama Sonam Gyatso, orang Mongolia). Setelah Wihara Ganden, kemudian disusul pembangunan Drepung pada tahun 1416, setelah itu Wihara Sera pada tahun 1419. Tsongkhapa wafat pada usia 60 pada tanggal 25 bulan ke 10,penanggalan Tibetan, tahun masehi 1419. Sebenarnya masih banyak hal yang dapat ditulis mengenai riwayat hidup beliau ini. Dari kisah hidup beliau yang agung ini, banyak hal yang dapat kita pelajari dan kita renungkan. Usaha beliau yang tak kenal lelah dalam mempelajari dan mempraktikkan Dharma adalah sebuah contoh yang sangat sempurna bagi kita semua.



Dedikasi : Semoga teladan yang diberikan oleh Sang Guru Agung, memberikan inspirasi bagi mereka yang membacanya, untuk mau mempraktikkan Dharma yang Agung. Semoga dengan kebajikan yang diperoleh dari menyusun, membaca, dan menyebarluaskan tulisan ini dapat memberikan kebahagiaan bagi Semua Makhluk. Semoga kita semuadapat segera mencapai Pencerahan Sempurna demi semua Makhluk. Semoga semua makhluk di 6 alam Gati dapat segera terbebas dari belenggu ketiga racun, mempraktekkan Dharma, dan mencapai Pencerahan. Om Mani Padme Hum


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Segala Pahala Kebajikan dari pembabaran Dharma di blog ini, seluruhnya dipersembahkan kepada Mula Guru Dharmaraja Lian Sheng, semoga Dharmaraja Lian Sheng selamanya menetap di dunia, dan memutar Roda Dharma dalam bentuk kendaraan besar dan kecil untuk berbagai tingkat kemampuan dalam motivasi semua makhluk yang ada saat ini. Semoga saya dapat segera mencapai Pencerahan Sempurna demi semua makhluk. Semoga semua makhluk yang hidup di Samsara dapat berjodoh dengan Buddha Dharma, mempraktekkan Dharma, setelah memperoleh pengetahuan, dapat mengalahkan musuh - musuh yang berbahaya, dari ketiga racun, dan dapat mencapai Pencerahan

Om Mani Padme Hum

Secara khusus saya mengucapkan terima kasih kepada Saudara Sedharama, Lian Hua Shi An yang telah menerjemahkan sangat banyak Materi Dharma dari Bahasa Mandarin ke Bahasa Indonesia, yang mana hasil terjemahannya sangat banyak yang saya post di blog ini

Manjusri Mantra

Music


Music