Pratiyasamutpada
(12 Nidana)
by: Master Shi Lian Ming
@ Vajragarbha Shicheng Temple. Singapore
Marilah kita beranjali, sembah sujud kepada Mahamulacarya
Liansheng Yang Penuh Budi Jasa ! Sembah sujud pada Para Buddha Bodhisattva
mandala ! Sembah sujud pada Para Vajra Dharmapala, Para Dewa dan Naga Pelindung
Dharma. Yang terhormat Acarya Lianlai, para biksu, Pandita Dharmadhuta Shifeng
, Pandita Dharmadhuta Zhilong, Pandita Lokapalasraya Suicheng, ketua vihara
Lianhua Lianxiang, ketua vihara Yuanxue – Lianxue, serta Ketua Vihara Singapore
– Anna, beserta para pengurus, para umat sekalian, salam sejahtera semuanya !
Ini adalah pertama kalinya saya datang ke Singapura, juga
pertama kalinya saya datang ke Viharavajragarbha Shicheng. Sejak lama saya
sudah mendengar bahwa di Viharavajragarbha Shicheng ada seekor singa dan seekor
Naga Emas, dialah Pandita Dharmadhuta Shifeng dan juga Pandita Dharmadhuta
Zhilong, keduanya adalah orang yang sangat berbakat dan memiliki sumbangsih
dalam aliran kita, mari kita beri aplaus.
Vihara ini sangat agung dan sangat istimewa, barusan mereka
mengajak saya untuk melihat Usnisavijayadharani dan Acalanatha Vidyaraja ,
karena saya sendiri sangat menyukai Acalanatha Vidyaraja, maka saya juga sangat
menyukai Viharavajragarbha Singapore (tepuk tangan hadirin) Ah !
Viharavajragarbah Yuanxue juga sangat bagus! (hadirin tertawa).
Kemarin kita membahas nidana sebelum pencerahan, yaitu
ajaran dari Maitreya Bodhisattva mengenai jalan penerapan praktek, jalan bekal,
memahami kebenaran, jalan penekunan dan jalan akhir, inilah lima tahapan
proses. Kemarin kita juga membicarakan bagaimana menyempurnakan jalan penerapan
dan jalan bekal, yaitu saptaryadana (Tujuh Kekayaan Suci) , saptaryadana ini
dapat menyempurnakan jalan penerapan dan bekal, maka saat memasuki tahap
pemahaman kebenaran akan lebih mudah. Kemarin juga dibicarakan bahwa banyak
umat yang tidak mempunyai jodoh berkah (福緣) yang banyak , tidak mengerti koan
Zen, sama sekali tidak ada jalan untuk menekuni metode Zen dengan baik, dia
tidak mempunyai nidana untuk bertemu dengan seorang bijaksanawan pembimbing,
pada saat demikian akan lebih sukar. Maka dari itulah Sakyamuni Buddha pada
awalnya menggunakan beberapa tahun untuk menyebarluaskan metode Hinayana, yaitu
empat bagaian Agama Sutra (阿含經), yang dibagi menjadi Dirgha Agama,Madhyam
Agama, Samyukta Agama dan Ekottar Agama. Sesungguhnya Agama Sutra mengulas dua
hal, yang pertama adalah Caturaryasatyani (Empat Kebenaran Mulia), yaitu sebab
dukha-dukha-jalan menuju berakhirnya dukha dan berakhirnya dukha ; Yang
berikutnya adalah mengenai Pratityasamutpada.
Kenapa Hinayana disebut sebagai yana kedua ? Yang pertama
adalah karena ia bukan Buddha Dharma yang komplit ; Yang kedua adalah , kita
mengenal yaitu Hinayana, Mahayana, sebenarnya masih ada satu lagi yaitu
Navayana. Mahayana adalah Buddha Bodhisattva, Hinayana adalah sravaka dan
Navayana adalah Pratyekabuddha. Namun kebanyakan pada umumnya tidak menyebut
Pratyekabuddhayana sebagai Navayana, sehingga dinamakan dua yana, yaitu Sravaka
dan Pratyekabuddha.
Sravaka ada empat, yang tertinggi adalah Arahat, Arahat
adalah mencapai realisasi dari Caturaryasatyani, dengan urutan
dukha-sebab-berakhir dan jalan menuju berakhirnya dukha, ada satu lagi
urutannya adalah sebab dukha- dukha – jalan menuju berakhirnya dukha dan
berakhirnya dukha. Sedangkan Navayana adalah merealisasi pratityasamutpada ( 12
sebab akibat yang saling bergantungan) , dimanakah letak perbedaan antara
Pratyekabuddha dan Sravaka ? selain dari caturaryasatyani dan
pratityasamutpada, yang paling utama adalah metode bhavana mereka. Sravaka
membina diri sangat dekat dengan Buddha Bodhisattva , seperti sepuluh siswa
utama, Lima Ratus Arahat, mereka semua suka mendekati Buddha, mendekati
Bodhisattva dan bijaksanawan agung. Namun Pratyekabuddha berusaha sendiri dalam
membina diri, Beliau tidak mendekati Buddha , Bodhisattva maupun Guru
bijaksanawan. Inilah perbedaan yang lebih mencolok diantara keduanya.
Darimana sumber 12 nidana ? 12 nidana ada sumbernya. Yang
pertama adalah dari Tripitaka 12 bagian, vinaya dan sastra. Sutra adalah
disabdakan oleh Sakyamuni Buddha, sastra oleh Bodhisattva. Sutra-vinaya dan
sastra ketiganya ini digabungkan, menjadi Tripitaka 12 bagian. 12 Nidana muncul
dari dvadasangapratityasamutpadasastra, sastra ini dibuat oleh Jingyi Pusa (淨意菩薩).
Sedangkan sumber kedua adalah Agamasutra. Keduanya adalah sama, hari ini
dijelaskan dulu secara singkat mengenai pratityasamutpada.
Kenapa hari ini membahas mengenai 12 nidana ? karena seperti
yang saya katakana barusan, jika tidak bisa mencapai pencerahan seketika, kita
harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah hidup dan mati. Saat Anda mampu
menyelesaikan masalah utama dalam kehidupan dan kematian, maka tidak akan ada
lagi kerisauan batin. Maka kita akan mempunyai lebih banyak waktu untuk
menekuni Mahayana dan Vajrayana. Jika
masalah hidup dan mati belum terselesaikan, namun menggunakan banyak waktu
untuk menekuni yang lainnya, itu bukan
sebuah cara yang baik.
Kemarin kita membicarakan nidana pencerahan, kita bisa
sambil menyempurnakan nidana pencerahan, sambil menekuni Hinayana untuk
memutuskan tumimbal lahir. Oleh karena itulah dalam Mahayana dan Tantrayana ada
tiga hal yang penting :
Yang pertama adalah Bodhicitta.
Yang kedua adalah kemauan untuk meninggalkan fana.
Yang ketiga adalah madhyamika (jalan tengah).
Besok di Cetya Yuanzheng, akan dibahas mengenai yang utama
diantara ketiganya ini, yaitu Bodhicitta.
Terhadap yang lain, kita harus melakukan segala sesuatu
dengan Bodhicitta, tidak bisa mengatakan bahwa segalanya adalah hampa, kemudian
sewaktu bertemu juga tidak menyapa, tiada apapun, bukannya semuanya adalah
hampa ? Ini tidak benar!
Dalam batin kita juga harus meninggalkan kefanaan (tekad
untuk terbebas dari tumimbal lahir),harus mempunyai tekad untuk mengatasi dan
mematahkan tumimbal lahir. Kita harus menekuni 12 nidana, dikatakan sukar juga
tidak, namun jika Anda katakana mudah, juga tidak sangat mudah. Hari ini dijelaskan secara singkat mengenai
12 nidana, supaya setelah Anda sekalian memahami 12 nidana menjadi mengerti
kenapa masih ada kelahiran dan kematian.
Saya akan terlebih dahulu menjelaskannya satu kali, yang
pertama adalah Avidya (kegelapan batin). Dalam 12 nidana , Avidya ini
disimbulkan sebagai seorang tua berambut putih, matanya buta, tidak bisa
melihat, dia berada di sebuah tempat yang gelap, berjalan dengan perlahan menggunakan
tongkat. Anda bisa bayangkan, seorang tua yang buta, berada di tempat yang
gelap, tidak ada orang disampingnya, dia juga kesulitan berjalan. Demikianlah
Buddha menggambarkan avidya kita para insan.
Kita sekarang punya mata untuk melihat, namun sesungguhnya
kita tidak pernah mempergunakan mata sejati kita, kita semua sedang berjalan di
dalam avidya. Apa itu avidya ? Avidya adalah kebodohan batin. Apakah itu
kebodohan ? kebodohan adalah kondisi dimana tidak memahami kenyataan, sehingga
bagaikan berjalan dengan tidak bisa melihat sekeliling, serba gelap, tidak
mengetahui hendak berjalan kearah mana, ini sangat bahaya. Inilah yang pertama
dalam 12 nidana, yaitu avidya.
Yang kedua adalah samskara, yaitu tindakan. Yang ketiga
adalah vijnana atau pencerapan. Yang keempat adalah namarupa, yaitu dari kata
nama dan rupa, nanti akan dijelaskan apa itu namarupa. Yang kelima adalah
sadayatana. Yang keenam adalah sparsa, yaitu kesan. Yang ketujuh adalah vedana
atau perasaan . Yang kedelapan adalah Trsna, yaitu menyukai atau kegemaran pada
uang, nama dan banyak hal. Yang kesembilan adalah Upadana. Kesepuluh adalah
Bhava, dalam bahasa mandarin adalah dari
kata “ada”. Yang kesebelas adalah Jati, yaitu kata “lahir” dari kata
lahir-tua-sakit dan mati. Yang terakhir adalah Jaramarana yaitu usia tua dan
kematian.
Avidya merupakan kebodohan, juga merupakan semua avidya yang
dihasilkan oleh kesadaran. Kecenderungan juga menyebabkan avidya, sedangkan
kecenderungan adalah dibawa dari kehidupan yang lampau.
Samskara adalah tindakan, karena Anda mempunyai
kecenderungan avidya, maka Anda melakukan berbagai macam tindakan, ini tidak
baik. Misalnya lobha , dosha dan moha semua adalah kecenderungan avidya kita
yang menyebabkan Anda mempunyai tindakan demikian. Karena Anda mempunyai
tindakan tersebut, maka melahirkan vijnana (pencerapan).
Apa itu vijnana ? vijanan adalah saat tubuh bardo hendak
memasuki rahim, ia melihat ayah dan ibu yang bersatu, sehingga dia timbul rasa
ketertarikan, maka ia memasuki rahim.
Namarupa : Nama adalah sesuatu dalam pikiran atau batin,
sedangkan rahim itu adalah rupa. Saat itu, janin masih belum membentuk
mata-telinga-hidung-lidah-tubuh dan pikiran, masihbelum ada tangan dan kaki,
hanya berupa janin yang belum terbentuk. Namun saat itu, kesadarannya telah
ada. Kesadaran ini masuk ke dalam rahim dan perlahan membentuk watak dan
pikiran, kemudian dengan adanya janin ini, disebut nama dan rupa.
Sadayatana adalah enam indera. Mata-telinga-hidung-lidah dan
tubuh, serta pikiran mulai muncul. Saat itu disebut sadayatana.
Sparsa adalah sentuhan (kesan). Saat bayi mulai lahir, dia
mulai bersentuhan dengan segala sesuatu di luar, udara, bentuk, ayahnya, ibunya
dan dia mulai bisa menyentuh benda. Saat itu dia mulai timbul kesan.
Kemudian adalah vedana, yaitu perasaan. Karena dia mulai
timbul keakuan, yaitu tubuh yang diidentikkan dengan aku, maka mulailah timbul
pandangan akan orang lain dan pandangan pribadi. Karena ia telah mempunyai
keakuan, maka saat ia bersentuhan dengan sesuatu, mulai timbul ada yang dia
sukai dan ada yang tidak dia sukai, inilah perasaan atau vedana.
Begitu ia menemui satu hal yang tidak ia sukai, maka ia akan
timbul perasaan tidak suka ; Saat dia makan yang dia sukai, maka ia akan timbul
rasa senang. Saat itu timbullah Trsna. Trsna ini bukan selalu menunjuk pada
cinta antara laki-laki dan perempuan, melainkan rasa suka pada sadayatana (enam
indera).
Misalnya, ia menyukai makanan yang manis atau permen ,
timbul suatu kegemaran, kegemaran ini bisa menyebabkannya timbul kemelekatan.
Seandainya di rumah Anda ada permen, anak Anda sangat menyukai permen, maka ia
akan mengambilnya, setelah mengambilnya, maka ini disebut “bhava” dalam 12
nidana.
Jika dia telah memiliki benda tersebut dan direbut oleh
orang lain, maka dalam batinnya akan menjadi tidak tenang. Saat batinnya tidak
tenang, maka ia akan timbul pemikiran buruk, yaitu kebencian, gelisah dan rasa
tidak senang. Saat itu, lobha, dosha dan moha makin muncul. Ataupun saat ia
menginginkan sesuatu, namun tidak bisa memperolehnya, misalnya seorang pria
menyukai seorang wanita, saat ia tidak bisa mendapatkannya, maka ia mulai
timbul kegelisahan. Inilah kemunculan dari benih kelahiran kembali, kemudian
karena munculnya benih ini, mulailah urutan yang kesebelas, yaitu “jati”, yaitu
kelahiran.
Karena ia mempunyai benih tumimbal lahir, maka kelak dia
masih bertumimbal lahir. Setelah dia terlahirkan kembali, masih bisa mengalami
sebelas poin yang telah kita uraikan sebelumnya. Pada akhirnya masih sama yaitu
jaramarana (tua/sakit dan mati). Karena kemelekatannya sendiri dan benih yang
ditimbulkan dari lobha-dosha dan moha, maka ia akan mengalami tumimbal lahir.
Dalam Ksitigarbhasutra, dikatakan bahwa insan di dunia saha,
yaitu kita ini, tiap pikiran dan tiap perbuatannya, semua adalah karmawarana.
Dalam teks Pertobatan Kaisar Liang ada satu kalimat, saat pikiran kita menjadi
tidak suci, maka di dalamnya terdapat batin yang tidak bersih dan
lobha-dosa-moha. Ada keakuan, dasar dari keakuan, pikiran dan dasar dari
pikiran, semua pikiran yang tidak baik, muncul dari satu pikiran ini. Tiap
pikiran adalah dasar dari tumimbal lahir. Dalam satu hari, Anda mempunyai
berapa pikiran ? Ada banyak sekali pikiran ! Dalam satu bulan, Anda mempunyai
berapa banyak pikiran ? banyak sekali ! satu tahun atau seumur hidup, Anda
mempunyai berapa banyak pikiran ?
Maka , benih yang dihasilkan oleh tiap bentuk pikiran, bisa
menyebabkan Anda bertumimbal lahir. Kenapa demikian ? sebab tiap pikiran
mengandung lobha-dosha-moha.
Saat anak terebut mengambil permen, ia telah timbul rasa
kegemaran (trsna), timbul hasrat, maka ini menjadi “lobha”. Saat ia tidak bisa
memperoleh permen tersebut, atau pada saat ia tidak bisa memuaskan
keinginannya, maka akan menghasilkan “dosha” (kebencian). Pada saat dia tanpa
henti terus mengejar ingin memuaskan nafsu keinginan ini, jadilah moha
(kebodohan). Maka muncullah avidya, avidya (kegelapan batin) bisa merintangi
nidana Anda untuk merealisasikan kebenaran. Karena tiap pikiran Anda mengandung
lobha-dosha-moha, maka bertumimbal lahir. Jika tiap pikiran Anda adalah suci,
Anda tidak akan bertumimbal lahir.
Maka penekun Hinayana yang sangat ketat, ia akan bertapa di
pedalaman gunung. Kenapa mereka tidak begitu bersedia untuk mengikat jodoh
dengan insan ? membicarakan Buddha Dharma, atau menyelamatkan insan ? Kenapa
menjadi seorang yang mengutamakan penyelamatan diri sendiri ? Karena terlalu
banyak berbicara baginya, bisa menyebabkan ikatan karma yang buruk, dia ingin
memotong ikatan dengan dunia luar. Saat
makan, menghadapi makanan yang sangat lezat, ia memvisualisasikannya menjadi
daging busuk yang sangat bau, maka pada saat memakannya ia tidak akan timbul
lobha. Saat ia akan membatasi pembicaraan dengan orang lain. Sehingga dia tidak
akan timbul lebih banyak pikiran yang menyimpang. Terhadap jubah, makanan,
tempat tinggal dan aktivitas, akan
menjaga supaya tiada timbul kegandrungan, mematahkan kebencian, karena dia
tidak menemui orang. Jika Anda berada di suatu wilayah tersendiri dimana tidak
berinteraksi dengan orang luar, maka Anda akan bertengkar dengan siapa ? Benar
tidak ? tidak akan mungkin bertengkar. Maka ia membabat lobha-dosha dan moha,
saat itu dia akan dengan mudah menunggu sampai akhir usianya. Dia
menekuni,empat meditasi dan delapan konsentrasi, dengan kekuatan empat meditasi
dan delapan konsentrasi, memutuskan tiga ikatan.
Apakah itu tiga
ikatan ? yaitu satkayadrsti (kemelekatan pada eksistensi tubuh), keragu-raguan
dan silavrataparamarsadrsti (kemelekatan pada aturan-aturan dan disiplin yang
menyimpang) .Nama lain dari silavrataparamarsadrsti adalah pandangan salah
mengenai bukan membawa pada pencerahan
namun dianggap sebagai sebab pencerahan(非因見因的邪見), yaitu pandangan salah
yang ketiga.
Tiga ikatan ini adalah hal yang juga merupakan penyebab
tumimbal lahir, yang pertama adalah Satkayadrsti , yaitu kemelekatan pada
pandangan salah aakan tubuh , Karena ada eho, maka ada pandangan akan
kepemilikan, karena ini maka ada lobha-dosha-moha.
Apa itu pandangan mengenai kepemilikan ? yang dimaksud
sebagai ego adalah menunjuk pada tubuh dan pikiran Anda. Kepemilikan adalah
seperti halnya saya mengatakan bahwa vajra dan gantha ini adalah miliki saya,
uang ini adalah milik saya, Vihara ini adalah milik saya, rumah ini adalah
milik saya . . . yaitu benda di luar dijadikan obyek kemelekatan diri Anda,
inilah arti kepemilikan. Karena adanya keakuan dan kepemilikan, maka saat
meninggal dunia akan timbul kemelekatan. “Aduh, bagaimana nasib anak saya
nanti!” ; “Aduh bagaimana dengan pekerjaan saya nanti ?” saat itu timbul ketidak
relaan, maka ia akan bertumimbal lahir. Banyak orang mengatakan : “Orang ini
telah melukai aku demikian parah, bagaimana bisa saya melepaskannya begitu
saja?” inilah bibit kelahiran kembali. Karena adanya lobha-dosa-moha.
Ketiga ikatan , yang pertama adalah pandangan akan “atman”,
merupakan hal penting penyebab tumimbal lahir. Pandangan “atman” adalah
kemelekatan pada “ego”, kedngaranya seperti jus buah (persamaan bunyi dengan
bahasa . Kemelekatan akan “ego”, banyak orang menyebutnya sebagai kemelekatan.
Sebenarnya makna lain dari “ego” adalah kemelekatan pada keakuan. Apakah itu
kemelakatan pada keakuan ? yaitu Anda mengidentikkan bahwa
mata-telinga-hidung-lidah-tubuh dan pikiran ini adalah “aku”. Bukannya yang
biasa diucapkan oleh orang lain saat Anda merasa tidak gembira, “Aduh ! jangan
melekat! Jangan melekat !” Melainkan pandangan kemelekatan dimana Anda
menganggap ini adalah “aku”.
Misalnya, pada suatu hari Anda meninggal dunia, dikremasi
menjadi abu. Begitu abu tersebar dan ditiup angin , dimanakah Anda ? Bagaimana
bisa Anda masih mengidentikkan tubuh ini sebagai “aku” ? benar tidak ? Banyak
orang yang mengira ini adalah “aku”, sehingga menimbulkan kemelekatan pada
keakuan, maka kemelekatan akan “aku” ini merupakan akar tumimbal lahir.
Asalkan mematahkan keakuan, maka lobha-dosa dan moha tidak
akan bisa timbul. Jika tidak ada “Anda” bagaimana bisa ada lobha-dosha dan moha
? Jika tidak ada “Anda”, maka mana ada yang disebut sebagai uang “Anda” ? mana
ada rumah “Anda” ? mana ada anak “anda”? karena bahkan diri Anda telah tidak
eksis. Maka kita seorang sadhaka haru tahu, bahwa “aku” bukanlah sejati ,
merupakan perwujudan sesaat, merupakan bentukan dari caturmahabhuta
(tanah-air-api-angin).
Dalam aliran Zen kita ada satu kalimat : diluar adalah bentukan
dari empat unsur, did alam adalah gabungan dari panca skandha
(rupa-kesadaran-pencerapan-bentuk mental-perasaan) . Dari luar, Anda adalah
bentuk dari gabungan unsur tanah-air-api dan angin. Empat unsur ini menunjuk
pada tubuh Anda, kulit, daging, kerangka adalah unsur tanah. Darah dan cairan
tubuh Anda adalah unsur air. Suhu badan Anda adalah unsur api. Nafas Anda
adalah unsur angin. Yang diluar ini bisa terlihat. Sedangkan batin adalah gabungan panca skandha, yaitu : rupa,
vedana (kesadaran), samjna (pencerapan), samskara (bentuk mental) dan vijnana
(perasaan).
Yang pertama adalah rupa, merupakan segala sesuatu yang bisa
Anda lihat.
Vedana adalah adalah sesuatu yang bisa Anda rasakan.
Samjna adalah Anda bisa menggunakan otak Anda untuk
berpikir.
Samskara yaitu aktivitas.
Vijnana adalah perasaan.
Kelimanya ini adalah palsu, maka empat unsur yang diluar
adalah fana, kelima agrerat ini juga fana. Saat Anda meninggal dunia, keempat
unsur ini tidak ada lagi, maka dimanakah Anda ? Kita jangan mengira bahwa empat
unsur dan lima skandha ini adalah “aku”. Saat Anda tidak melekat lagi pada
empat unsur dan lima skandha ini, maka Anda akan mempunyai hati yang lapang
bagaikan angkasa. Karena anda sudah tidak mempunyai kemelekatan pada “aku”,
pada “orang”, pada “subyek”, tidak ada lagi segala pandangan salah. Saat itu,
mana ada rumahku, uangku, beban pikiranku, dan segala galanya milikku ? Maka
saat Anda meninggal dunia, jika didalam batin Anda masih menyimpan kemelekatan,
masih ada lobha-dosha dan moha, maka akan sangat sulit sekali untuk bertemu
dengan Buddha. Jika dalam batin anda tiada lobha-dosha- moha dan kakacauan
pikiran, tiada keakuan, tiada pandangan sesat akan keakuan dan orang lain, saat
tiada semua kemelekatan, maka Amitabah Buddha akan mudah hadir dalam batin Anda
, menjemput Anda menuju Sukhavatiloka untuk menekuni Mahayana di sana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar